Sukses “menyerbu” istana Osaka, malamnya kami merayakan “kemenangan” dengan menuju Kyoto, pusat kekuatan Hideyoshi Toyotomi. Malam itu guyuran hujan mengiringi perjalanan kami dengan kereta.
Fushimi Inari Kyoto di malam hari
Karena penyerbuan ke istana siang tadi memakan waktu cukup lama, akibatnya berkunjung ke Fushimi Inarinya jadi terlambat, kelewat malam. Ditambah guyuran hujan, suasana di kuil Fushimi sangat sepi malam itu.
Tentu saja landmark disini adalah seribu gapura yang terkenal itu. Namun lagi-lagi karena malam dan minim penerangan, pengalaman disini kurang maksimal.
Karena semakin malam dan kami harus segera kembali ke Kyoto untuk naik bus menuju Tokyo, jadinya disini tidak terlalu lama.
Kichi kichi Omurice Kyoto
Lelah dan lapar usai berkeliling istana Osaka dan Fushimi Inari, rencananya kami ingin menikmati nasi goreng omurice yang terkenal di kota Kyoto. Dari stasiun Gion-Shijo hanya 7 menit jalan kaki.
Namun, kemenangan di Osaka tidak terbayar tuntas disini, karena untuk bisa masuk ke restoran Kichi kichi omurice perlu booking dari sehari sebelumnya, karena saking populernya.
Apa boleh buat, akhirnya kami makan malam di restoran dengan menu rice bowl. Daging dimasak tidak sampai matang, alias medium-rare, plus telur mentah. Gw percaya dengan higienitas kuliner Jepang, jadi makan daging yang tidak terlalu matang juga tak masalah, malah lebih enak.
Bus malam, kembali ke Tokyo
Malam ini kami kembali menginap di bus malam, menuju Tokyo. Rasa penyesalan gw adalah gagalnya mencicipi omurice, dan Istana Osaka yang sangat memakan waktu, sehingga kota Kyoto hanya dapat dinikmati 2-3 jam saja. Padahal sebagai salah satu pusat pemerintahan Jepang di zaman dahulu, Kyoto menyimpan banyak pesona.
Selebihnya di perjalanan gw di jepang selama 9 hari.